Entah mimpi apa
semalam Bapak ini sehingga mengalami kejadian yang mungkin tidak akan pernah
dilupakannya seumur hidupnya. Bapak ini kita sebut saja bapak Leo. Bapak Leo
seorang pria Kristen yang bekera sebagai pengemudi taksi. Bapak ini dikenal
disiplin dalam bekerja, jujur dan seorang pekerja keras. Hingga suatu ketika
saat radio di taksinya menginfokan bahwa ada calon penumpang yang memesan taksi
namun taksi yang dikirim tidak bisa tiba dalam waktu 10 menit sesuai waktu yang
dijanjikan oleh pihak perusahaan taksi kepada setiap pelanggannya, maka sesuai
dengan aturan taksi lain yang terdekat diperbolehkan mengambil calon penumpang
tersebut. Karena pada saat itu Bapak Leo merasa bahwa taksi yang dikemudikannya
cukup dekat dengan posisi calon penumpang yang memesan, maka Bapak Leo pun
menyanggupi untuk menjemput calon penumpang tersebut. Tak lama tibalah Bapak
Leo di tempat calon penumpang menunggu yang ternyata dua orang ibu yang membawa
tas kecil seukuran buku. Lalu terjadilah percakapan ini:
Ibu calon penumpang : “Woi dasar sopir taksi bodoh, tolol, dari
sejak jam berapa saya tunggu taksi kamu datang, capek tau….dan kami bisa telat
gara-gara kamu”
Bpk Leo : “Maaf bu, sebenarnya saya
bukan taksi yang ibu pesan, taksi yang
ibu pesan tidak bisa segera menjemput ibu, saya hanya kebetulan dekat daerah sini jadi saya yang menjemput ibu”
Ibu calon penumpang : “Dasar
tolol kamu…saya gak peduli itu yaa….tetap saja kamu salah.”
Bpk Leo : “Baiklah terserah ibu…ibu
mau saya antar atau tidak?”
Ibu calon penumpang : “yo wess….dasar kamu! antar kami ke gereja
“X”
Percakapan
singkat namun tidak akan pernah dilupakan oleh Bapak Leo. Bapak Leo mungkin
kesal bahkan mungkin marah, namun Bapak ini berhasil mengendalikan dirimya dan
tetap berusaha berbicara sesopan mungkin kepada ibu calon penumpangnya ini.
Namun ada satu hal yang mengusik hati dan pikirannya tentang kejadian yang baru
dialaminya. Ada
satu pertanyaan retoris yang mengganggunya yaitu “Bagaimana seandainya dirinya
bukanlah seorang Kristen?, “bagaimana seandainya dirinya bukan orang yang
mengenal Tuhan?”, “apakah yang sekiranya terjadi?”
Saya tidak tahu
apakah kejadian ini pernah dialami oleh pembaca, tapi saya yakin ada
kejadian-kejadian serupa walau tidak sama yang pernah dialami oleh beberapa
teman saya dan mungkin sebagian pembaca. Lidah memang tidak bertulang, lidah
itu tajam bahkan ada yang menyebut lidah seperti pedang bermata dua. Intinya
perkataan seseorang bisa memiliki dampak yang sangat besar bagi orang lain.
Apakah menjadi
seorang Kristen tidak harus menjadi murid Kristus?Murid Kristus di sini berarti
meneladani setiap sikap Kristus. Apakah sikap Kristus itu? Kristus memiliki dua
ajaran terutama yang merupakan dasar dari seluruh kita para Nabi yaitu yang
pertama “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu
dan dengan akal budimu” yang kedua “Kasihilah sesamamu manusia seperti kamu
mengasihi dirimu sendiri”. Jadi inti dari ajaran Kristus kepada murid-muridNya
adalah “Kasih”. Lalu apakah definisi kasih itu, menurut 1 Korintus 13:4-7
“Kasih itu murah hati; ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri
sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak
bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu.” Sampai sejauh ini nampaknya kita bisa melihat bahwa Bapak Leo
ternyata berhasil menjadi seorang murid Kristus setidaknya saat menghadapi
situasi yang menggemaskan seperti cerita di atas.
Lalu kembali
kepada pertanyaan “Apakah menjadi seorang Kristen tidak harus menjadi murid
Kristus?”, Kita kembali pada definisi Kristen, Kristen dalam bahasa Yunani
berarti “pengikut Kristus”. Dalam Kis 11: 26 disebutkan “…Di Antiokialah murid-murid
itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”. Jadi sebelum proklamsi sebutan Kristen dilakukan di Antiokia, seluruh
pengikut Kristen disebut “murid Kristus”. Maka mengaku Kristen secara langsung
kita juga mengaku diri sebagai murid Kristus. Tidak bisa seorang mengaku
Kristen namun menolak menjadi murid Kristus. Maka sebaliknya ketika kita
menolak menjadi murid Kristus maka kita sedang menolak menjadi Kristen.
Sesederhana itu namun tidak sederhana ketika kita menjalaninya.
Banyak orang
yang mengaku Kristen namun melupakan atau sengaja lupa atau yang terburuk
memang tidak tahu bahwa menjadi Kristen berarti menjadi murid Kristus, dengan
demikian adalah suatu keharusan dan tanggung jawab untuk mengerjakan ajaran
Kristus selama hidup di dunia ini. Dalam Yesaya 49:6 dikatakan "Terlalu sedikit
bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk
mengembalikan orang-orang Israel
yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi
bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi."
. Jadi bila kita mengaku Kristen tidak cukup hanya memposisikan diri sebagai
seorang hamba, datang ke tempat ibadah dan memuji Tuhan. Walaupun menjadi seorang hamba tetaplah penting karena seorang Kristen harus menjaga relasinya dengan Allah karena dengan demikian seorang Kristen juga mengerti kehendak-kehendak Allah dalam hidupnya. Menjadi hambaNya juga berarti selalu dekat pada Allah dengan demikian senantiasa memiliki kekuatan untuk menjalani hidup benar bersama Allah terutama saat hidup di dunia yang penuh dengan tragedi dan permasalahan. Namun Allah menghendaki kita
melakukan yang lebih dari itu yaitu menjadi muridNya. Menjadi pelita bagi
orang-orang yang tidak mengenal Allah, menyampaikan bahwa ada jalan keselamatan
di dalam Kristus. Kita adalah “kitab
terbuka”, “kota
di atas gunung”, hal ini berarti sebagai seorang Kristen, mau tidak mau akan
“selalu terlihat”. Seharusnya ini adalah suatu keuntungan karena dengan
demikian lebih mudah bagi kita menjadi berkat dan terang. Sikap hidup dan
perkataan kita didengar orang lain, sehingga kabar keselamatan pun dapat kita
bagikan, Injil diberitakan. Namun apa yang terjadi ketika sikap dan perkataan
kita tidak lagi mencerminkan Kristus, bahkan secara sengaja atau tidak justru
memperburuk citra Kristus. Apakah mungkin kita masih sanggup menyebut diri
murid Kristus, pengikut Kristus dan terlebih menyebut diri seorang Kristen?”
By: Ester
Tidak ada komentar:
Posting Komentar