Selasa, 21 Mei 2013

Apa aku seorang Kristen??


Entah mimpi apa semalam Bapak ini sehingga mengalami kejadian yang mungkin tidak akan pernah dilupakannya seumur hidupnya. Bapak ini kita sebut saja bapak Leo. Bapak Leo seorang pria Kristen yang bekera sebagai pengemudi taksi. Bapak ini dikenal disiplin dalam bekerja, jujur dan seorang pekerja keras. Hingga suatu ketika saat radio di taksinya menginfokan bahwa ada calon penumpang yang memesan taksi namun taksi yang dikirim tidak bisa tiba dalam waktu 10 menit sesuai waktu yang dijanjikan oleh pihak perusahaan taksi kepada setiap pelanggannya, maka sesuai dengan aturan taksi lain yang terdekat diperbolehkan mengambil calon penumpang tersebut. Karena pada saat itu Bapak Leo merasa bahwa taksi yang dikemudikannya cukup dekat dengan posisi calon penumpang yang memesan, maka Bapak Leo pun menyanggupi untuk menjemput calon penumpang tersebut. Tak lama tibalah Bapak Leo di tempat calon penumpang menunggu yang ternyata dua orang ibu yang membawa tas kecil seukuran buku. Lalu terjadilah percakapan ini:
Ibu calon penumpang     : “Woi dasar sopir taksi bodoh, tolol, dari sejak jam berapa saya tunggu taksi kamu datang, capek tau….dan kami bisa telat gara-gara kamu”
Bpk Leo                          : “Maaf bu, sebenarnya saya bukan taksi yang ibu pesan, taksi  yang ibu pesan tidak bisa segera menjemput ibu, saya hanya kebetulan dekat daerah sini jadi saya yang menjemput ibu”
Ibu calon penumpang   : “Dasar tolol kamu…saya gak peduli itu yaa….tetap saja kamu salah.”
Bpk Leo                            : “Baiklah terserah ibu…ibu mau saya antar atau tidak?”
Ibu calon penumpang       : “yo wess….dasar kamu! antar kami ke gereja “X”

Percakapan singkat namun tidak akan pernah dilupakan oleh Bapak Leo. Bapak Leo mungkin kesal bahkan mungkin marah, namun Bapak ini berhasil mengendalikan dirimya dan tetap berusaha berbicara sesopan mungkin kepada ibu calon penumpangnya ini. Namun ada satu hal yang mengusik hati dan pikirannya tentang kejadian yang baru dialaminya. Ada satu pertanyaan retoris yang mengganggunya yaitu “Bagaimana seandainya dirinya bukanlah seorang Kristen?, “bagaimana seandainya dirinya bukan orang yang mengenal Tuhan?”, “apakah yang sekiranya terjadi?”
Saya tidak tahu apakah kejadian ini pernah dialami oleh pembaca, tapi saya yakin ada kejadian-kejadian serupa walau tidak sama yang pernah dialami oleh beberapa teman saya dan mungkin sebagian pembaca. Lidah memang tidak bertulang, lidah itu tajam bahkan ada yang menyebut lidah seperti pedang bermata dua. Intinya perkataan seseorang bisa memiliki dampak yang sangat besar bagi orang lain.
Apakah menjadi seorang Kristen tidak harus menjadi murid Kristus?Murid Kristus di sini berarti meneladani setiap sikap Kristus. Apakah sikap Kristus itu? Kristus memiliki dua ajaran terutama yang merupakan dasar dari seluruh kita para Nabi yaitu yang pertama “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan akal budimu” yang kedua “Kasihilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri”. Jadi inti dari ajaran Kristus kepada murid-muridNya adalah “Kasih”. Lalu apakah definisi kasih itu, menurut 1 Korintus 13:4-7 “Kasih itu murah hati; ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” Sampai sejauh ini nampaknya kita bisa melihat bahwa Bapak Leo ternyata berhasil menjadi seorang murid Kristus setidaknya saat menghadapi situasi yang menggemaskan seperti cerita di atas.
Lalu kembali kepada pertanyaan “Apakah menjadi seorang Kristen tidak harus menjadi murid Kristus?”, Kita kembali pada definisi Kristen, Kristen dalam bahasa Yunani berarti “pengikut Kristus”. Dalam Kis 11: 26 disebutkan “…Di Antiokialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”. Jadi sebelum proklamsi sebutan  Kristen dilakukan di Antiokia, seluruh pengikut Kristen disebut “murid Kristus”. Maka mengaku Kristen secara langsung kita juga mengaku diri sebagai murid Kristus. Tidak bisa seorang mengaku Kristen namun menolak menjadi murid Kristus. Maka sebaliknya ketika kita menolak menjadi murid Kristus maka kita sedang menolak menjadi Kristen. Sesederhana itu namun tidak sederhana ketika kita menjalaninya.
Banyak orang yang mengaku Kristen namun melupakan atau sengaja lupa atau yang terburuk memang tidak tahu bahwa menjadi Kristen berarti menjadi murid Kristus, dengan demikian adalah suatu keharusan dan tanggung jawab untuk mengerjakan ajaran Kristus selama hidup di dunia ini. Dalam Yesaya 49:6 dikatakan "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." . Jadi bila kita mengaku Kristen tidak cukup hanya memposisikan diri sebagai seorang hamba, datang ke tempat ibadah dan memuji Tuhan. Walaupun menjadi seorang hamba tetaplah penting karena seorang Kristen harus menjaga relasinya dengan Allah karena dengan demikian seorang Kristen juga mengerti kehendak-kehendak Allah dalam hidupnya. Menjadi hambaNya  juga berarti selalu dekat pada Allah dengan demikian senantiasa memiliki kekuatan untuk menjalani hidup benar bersama Allah terutama saat hidup di dunia yang penuh dengan tragedi dan permasalahan. Namun Allah menghendaki kita melakukan yang lebih dari itu yaitu menjadi muridNya. Menjadi pelita bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah, menyampaikan bahwa ada jalan keselamatan di dalam Kristus. Kita adalah  “kitab terbuka”,kota di atas gunung”, hal ini berarti sebagai seorang Kristen, mau tidak mau akan “selalu terlihat”. Seharusnya ini adalah suatu keuntungan karena dengan demikian lebih mudah bagi kita menjadi berkat dan terang. Sikap hidup dan perkataan kita didengar orang lain, sehingga kabar keselamatan pun dapat kita bagikan, Injil diberitakan. Namun apa yang terjadi ketika sikap dan perkataan kita tidak lagi mencerminkan Kristus, bahkan secara sengaja atau tidak justru memperburuk citra Kristus. Apakah mungkin kita masih sanggup menyebut diri murid Kristus, pengikut Kristus dan terlebih menyebut diri seorang Kristen?”


By: Ester

Tidak ada komentar:

Posting Komentar